Jumat, 20 Mei 2011

Mengendalikan Marah

Marah termasuk sifat yang tercela. Siapa yang suka marah ia terjangkit sifat tercela. Marah bagian dari fitrah manusia. Marah di sebabkan karena keinginannya yang di halang-halangi atau keinginannya tertambat. Marah juga muncul jika harga dirinya di hinakan. Demikian juga, marah juga data di sebabkan pendapatnya atau nasehatnya tidak di dengar dan di perhatikan. Marah boleh-boleh saja, tetapi tercela jika marah itu kelewat batas. Marah yang berlebih-lebihan mendorong orang untuk berbuat durhaka. Allah tidak suka pada pemarah. Sering marah banyak menimbulkan kekecewaan. Sering marah adalah sifat dan perbuatan setan. Karena itu, dalam salah satu hadits Rasululah pernah di Tanya: “Ya Rasulullah saw, amal apa yang paling utama?” Maka beliau menjawab: “Jangan marah!” Jawaban itu beliau ulangi sampai tiga kali.
Di antara ciri orang yang mulia dan kepribadian yang luhur adalah tidak mudah marah. Jika keinginannya tidak terpenuhi ia tidak marah dan mengembalikan urusannya kepada Allah dengan husnudzan kepada-Nya. Saat di fitnah atau dibicarakan kejelekannya ia tidak marah, karena ia menyadari bahwa dirinya memang penuh kekuragan dan menjadikan pembicaraan orang sebagai nasehat dirinya untuk melakukan perbaikan diri. Santuh dan terbuka terhadap nasehat orang, dapat menghindarkan diri dari sifat pemarah. Pemarah akan di sulut oleh sifat angkuh dan takabur. Rasulullah saw telah memberi teladan kepada kita agar tidak mudah marah. Beliau begitu lemah lembut terhadap siapa pun, baik sahabat atau keluarganya. Rasulullah bukan seorang pemarah, karena itu beliau di cintai oleh para sahabat, keluarga, dan semua umat beliau. Keluhuran dan kehalusan budi Rasulullah menunjukkan betapa mulianya akhlak beliau. Beliau adalah orang lemah lembut, kasih sayang, tawadhu’ dan mengahrgai siapa pun yang ada di hadapan beliau. Hubungan beliau dengan sahabat dan keluarganya di jalin atas dasar keimanan dan kasih sayang. Beliau selalu menyelesaikan berbagai masalah dengan cara baik-baik dan kepala dingin. Kemashlahatan menjadi tujuan beliau dalam menyelesaikan masalah. Beliau medahulukan kearifan dari pada kemarahan dan emosi.
Orang yang sedang marah, sesungguhnya ia bukan dirinya yang sebenarnya, tetapi ia telah menjadi sosok lain yang telah dikendalikan oleh setan. Hingga, tidak sedikit orang yang marah melampiaskan kemarahannya dengan perbuatan jelek. Pemarah tidak akan disukai banyak orang. Meraka akan menjauhi orang yang suka marah. Setiap orang yang ada di dekatnya akan tersakiti, hatinya kecewa karena terluka, tertekan, tidak nyaman berada di dekatnya dan saat bercakap-cakap. Orang yang suka marah sering tidak terkendali. Ucapan dan perbuatannya sungguh bertolak belakang. Ia sering berbuat dholim dan aniaya. Pemarah akan banyak merasakan penyesalan hidup. Perbuatannya akan membekas di dalam hati nuraninya. Ia akan malu pada diri sendiri, pada orang lain, dan malu kepada Allah. Mengapa ia berbuat demikian?.
Seorang pemimpin yang suka marah-marah, tidak akan di sukai bawahannya. Mereka akan menjauhinya, sebab tiap kali berada di dekatnya merasa tertekan dan tidak nyaman, karena itu perintah-perintahnya tidak dihormati dan jika dilaksanakan itu pun dalam keadaan terpaksa. Ia tidak akan mendapat banyak dukungan dari bawahannya. Bahkan, mereka ingin agar ia segera dig anti oleh pemimpin yang arif bijaksana. Pemimpin yang pemarah, tidak akan sukses mengendalikan roda kepemimpinannya. Marah biasanya di picu oleh rasa percaya diri yang berlebih-lebihan tanpa memperhatikan kemampuan bawahannya. Ia mengukur orang lain dengan ukuran yang ada pada diri sendiri. Ia lupa bahwa masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan yang takarannya berbeda-beda. Pemimpin yang pemarah, jika melakukan kesalahan ia akan mencari seseorang yang dapat di jadikan senagai kambing hitam. Ia tidak mau mengakui kesalahan diri. Ia tidak mau mengakui kekurangan diri. Ia tidak malu-malu, melemparkan kesalahan dirinya pada orang lain, bahkan di muka umum. Sungguh egois dan angkuh pemimpin yang pemarah. Allah benci kepada pemimpin yang suka melukai hati bawahannya. Allah tidak suka pemimpin yang merampas kemerdekaan dan ketentraman bawahannya. Banyak akibat buruk yang akan menimpa pemimpin yang pemarah di dunia dan lebih-lebih di akhirat kelak. Seorang pemimpin yang ingin disegani, di hormati, dan semua programnya mendapat dukuangan penuh dari bawahannya hendaknya ia jauhi suka marah-marah.
Suami yang pemarah akan mengacaukan suasana rumah tangganya. Rumah yang seharusnya menjadi tempat berlindung dan berteduh, berubah menjadi tempat yang angker menyeramkan penghuninya. Istri menjadi tertekan, anak-anaknya takut dan stress menjadi korban sikap pemarah sang ayah. Anak dan istri teraniaya jiwanya akibat suami yang pemarah. Keluarga yang di pimpin oleh suami yang pemarah sulit menjadi keluarga yang sukses. Anak-anaknya sulit menjadi orang yang sukses belajar, jika selalu mendengar pertengkaran dan amarah orang tuanya. Suami yang ingin membangun keluarga mawadah wa rahmah, harmonis, sukses, maka hendaknya ia tinggalkan sifat suka marah-marah kepada keluarganya.
Seorang pedagang yang pemarah akan di tinggalkan pelanggannya dan akan banyak mengalami kerugian, sebab transaksi jual beli di putuskan dengan kondisi marah. Pembeli akan mencari penjual yang santun dan lemah lembut pelayanannya. Pembeli berfikir bahwa penjual itu tidak hanya satu, namun, banyak bertebaran di mana-mana. Maka mereka akan mencari pedagang yang dapat menentramkan hati mereka. Sedikit mahal bukan masalah, bila hati lega dan tentram. Pedagang yang ingin disukai oleh pelanggan dan keuntungan berlimpah, maka hendaknya ia jauhi sifat dan sikap pemarah.
Seorang guru yang pemarah tidak di sukai oleh murid-muridnya. Mereka belajar denga hati yang tertekan. Mereka mengerjakan tugas dengan hai yang takut, maka hasilnya pun tidak maksimal. Yang paling parah lagi, keparahan guru itu membekas hingga mereka dewasa. Seorang guru yang ingin mencetak generasi yang berilmu, maka hendaknya ia tinggalkan marah terhadap murid-muridnya.
Orang yang pemarah tidak di sukai tetangganya. Pendapat dan usulannya tidak di dengarkan. Kehadirannya membuat resah banyak orang. Tetangga tidak merasa nyaman hidup berdampingan dengan seorang yang pemarah. Sehingga keberadaannya diangagap seperti tidak ada. Ia akan dikucilkan oleh tetangganya. Istrinya malu berkumpul dengan ibu-ibu yang lain, akibat ia punya suami pemarah. Orang yang ingin hidup tenang dan damai saat berdampingan dengan masyarakat banyak, maka hendaknya ia jauhi sifat suka marah. Mengendalikan marah sangat penting bagi kelangsungan hidup berdampingan.
Sungguh besar dampak negatif dari sikap suka marah-marah. Marah seperti api yang menyala mudah membakar apa pun yang berada di dekatnya. Orang yang sedang marah, hatinya berkobar menyala-nyala karena setan telah menguasai dirinya. Memang setan di ciptakan dari api dan manusia dari tanah. Firman Allah SWT bahwa setan pernah berkata, “Engkau ciptakan aku dari api sedang Engkau ciptakan dia dari tanah.” (Al-A’raf: 12). Sifat tanah adalah diam dan tenag, sedangkan sifat api membara, menyala, bergerak-gerak, dan meliuk-liuk.
Selagi api amarah semakin kuat dan berkobar, maka ia akan membuat seseorang menjadi buta dan tuli untuk mendengarkan nasehat. Sebab, amarahnya itu sudah naik ke otak dan menutupi pikiran dan hatinya. Marah adalah musuh akal. Sebab marah orang tidak bisa berfikir jernih. Karena marah ia tidak merasa penderitaan orang lain. Marah dapat merusah iman sebagaimana racun merusak madu. Mengapa? Karena sebab marah setan dengan mudah menguasai dan mengendalikan manusia untuk berbuat durhaka kepada Allah. Orang yang terbawa emosi sebenarnya ia telah dipermainkan setan seperti anak kecil mempermainkan bola. Ia tending kesana kemari menurut selera dan kesukaannya. Karena itu, Rasulullah saw bersabda dalam hadits riwayat Umar bin Al-Khoththab r.a. berkata Rasulullah saw bersabda:
لَيْسَ الشَّدِيْدُ بِالصُّرْعَةِ ، إِنَّمَا الشَّدِيْدُ الَّذِيْ يَمْلِكُ نَفْسَهُ عَنْ الْغَضَبِ.
رواه أحمد و ابن حبان
“Orang yang kuat itu bukanlah karena bergulat, tetapi orang yang kuat itu ialah yang dapat menguasai diri saat marah.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)
Ada orang yang ketika marah, mulutnya tidak terkendali, perkataannya tak karuan, keluar dari mulutnya perkataan kotor, mencaci maki, mensumpahi, menghina, dan ngelantur. Sedangkan, anggota tubuhnya diam tidak melakukan apa-apa; Ada orang yang ketika marah, mulutnya tidak banyak berbicara ngelantur, tetapi anggota tubuhnya merusak. Kakinya menendang benda yang ada di dekatnya, tangannya membanting, merobek, dan memukul; Ada pula orang yang jika marah, mulutnya tidak terkendali, perkataannya tak karuan, keluar dari mulutnya perkataan kotor, mencaci maki, mensumpahi, menghina, dan ngelantur tak karuan. Kata-kata terkotor dan terburuk yang ia punya keluar semua. Dan tangan dan kakinya merusak apa yang ada disekitarnya, menendang dan memukul. Pelampiasan marah yang ketiga ini adalah pelampiasan marah yang terburuk; Ada juga orang yang ketika marah, ia berusaha diam tidak berbicara sedikit pun dan tidak melakukan tindakan yang merusak. Ia hanya berpaling dan menghela nafas panjang lalu pergi. Ia berusaha mengendalikan diri ketika marah. Ia segera mohon pertolongan Allah dari keburukan dirinya saat marah. Dengan segera ia membaca ta’awud agar terhindar dari godaan setan yang terkutuk. Kemudia ia seegera mengambil wudhu’ untuk meredakan gejolak api amarah yang sedang memuncak. Marah yang keempat itulah marah yang terbaik. Karena itu, agar orang selamat dari perbuatan dan perkataan kotor kita, maka hendaknya kita berusaha mengendalikan marah. Tanpa tekat dan upaya untuk mengendalikan diri saat kita marah, kemungkinan besar akan banyak orang yang kecewa dan tersakiti hatinya. Penyesalan akan menimpa orang yang tak kuasa mengendalikan diri ketika ia sedang marah.
Marah dapat menjauhkan seseorang dari Allah. Marah termasuk perbuatan setan. Allah tidak menyukai perbuatan setan. Yakinlah bahwa marah dapat merusak suasana ketentraman hati. Seorang muslim tidak akan berhenti untuk selalu memperbaiki dan mengendalikan diri saat amarah akan muncul. Kalau diri sudah terkendali saat marah, maka ia akan selamat dari perbuatan buruk. Diri yang terkendali pertanda ia mendapat pertolongan Allah. Karena itu, ketika kita akan marah maka segeralah memohon perlindungan kepada Allah dan segera berwudhu. Marah itu seperti api yang berkobar. Marah berasal dari setan. Sedangkan setan itu diciptakan dari api. Karena itu, untuk meredakan gejolak amarah yang sedang memuncak, hendaknya segera berwudhu’. Sabda Rasulullah saw:
إِنَّ الْغَضَبَ مِنَ الشَّيْطَانِ، وَ إِنَّ الشَّيْطَانِ خُلِقَ مِنَ النَّارِ، وَ إِنَّمَا تُطْفِأُ النَّارُ بِالْمَاءِ، فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْرواه أبو داود.
“Sesungguhnya marah itu dari setan, dan setan itu diciptakan dari api, hanya dengan air api itu akan padam, karena itu, jika seseorang di antara kamu itu sedang marah, maka berwudhu’lah!” (HR. Abu Dawud)
Dengan mengendalikan marah, insyaallah Allah akan bersamanya dengan memberi pertolongan kepadanya. Semoga kita di selamatkan dari bahaya marah dan dapat mengendalikannya ketika akan muncul.

0 komentar:

Posting Komentar