Minggu, 15 Mei 2011

sepotong-dua potong Mahasiswa

Mahasiswa tidak pernah terlihat stres?

Bagi sebagian dari Anda yang sekarang tidak sedang menjalani profesi sebagai mahasiswa, atau belum pernah merasakan sensasi menjadi seorang mahasiswa, mungkin Anda sekalian akan mengasumsikan bahwa mahasiswa itu santai, bebas, penuh tawa, dan memiliki banyak waktu luang. Kata siapa? Kalau hanya beberapa kata sifat di atas yang pernah Anda temukan dari seorang mahasiswa, Anda patut curiga. Mungkin ia hanya seorang mahasiswa gadungan? Atau ia hanya seorang pengangguran yang berkostum seperti mahasiswa? Atau ia adalah seorang mahasiswa yang sedang mencoba melarikan diri dari kejamnya dunia perkuliahan? Semoga saja alasan terakhir yang benar, sehingga saya punya kesempatan untuk melanjutkan tulisan ini.

Untuk meluruskan berbagai pandangan yang mungkin saja salah, saya ingin membeberkan sebuah fakta tentang seorang mahasiswa, yaitu seorang mahasiswa (yang tulen tentunya) pasti pernah mengalami stres meskipun intensitasnya bisa berbeda-beda satu sama lain.

Sebelum mencari tahu apa saja yang membuata mahasiswa stres, mari kita terlebih dahulu mengetahui apa itu stres.
“…as an internal state which can be caused by physical demands on the body (disease conditions, exercise, extremes of temperature, and the like) or by environmental and social situations which are evaluated as potentially harmful, uncontrollable, or exceeding our resources for coping” (Morgan & King, 1986: 321) Jadi, stres menurut Morgan & King adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik (badan), atau lingkungan, dan situasi sosial, yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol, serta membutuhkan usaha untuk mengatasinya.

Apa saja yang menyebabkan mahasiswa stres?

Satu jawaban yang sangat sederhana adalah banyak.Tapi tentu saja sangat tidak menyenangkan jika saya hanya memberikan jawaban seperti itu, hanya membuang-buang waktu Anda saja. Karena itu saya akan coba menguraikan sebanyak mungkin sumber stres atau yang biasa disebut stressor seorang mahasiswa. Sekedar informasi tambahan , mahasiswa yang saya bahas di sini adalah mahasiswa pada umumnya, bukan secara khusus orang-perorangan.

Beberapa sumber stres pada mahasiswa dalam bidang akademik :

Tugas. Hal atas tidak akan pernah bisa dihindari oleh setiapmahasiswa. Tugas ervariasi di setiap matakuliah, baik itu tugas individu maupun tugas kelompok. Untuk individu yang lebih suka bekerja sendirian tentu saja akan sangat tertekan dengan adanya tugas kelompok. Sedangkan bagi mahasiswa yang selalu menggantungkan harapan dan nilainya pada orang lain, kerja kelompok tentu akan menjadi efektif dan sebaliknya, tugas individu akan terasa memberatkan. Tidak jarang pula ada tugas yang mengharuskan mahasiswa terjun langsung ke lapangan, berbaur dengan masyarakat, atau mengunjungi instansi-instansi yang berhubungan. Hal ini tentunya bisa menimbulkan stres baru terutama bagi mahasiswa yang baru pertama kali terjun langsung ke masyarakat. Dari semua itu, sumber stres yang paling mencekam adalah menjelang deadline (batas akhir pengumpulan tugas). Jika tugas sudah rampung jauh-jauh hari sebelum deadline maka tidak ada stress yang ditimbulkan. Tapi jika sebaliknya yang terjadi, 1 hari menjelang deadline masih banyak yang harus dikerjakan, inilah yang menjadi sumber stres mahasiswa yang bersangkutan. Cara satu-satunya adalah menyelesaikan semuanya dalam semalam, sehingga waktu tidur pun akhirnya dikorbankan, yang kemudian memunculkan stres baru (misalnya setelah bergadang malah masuk angin, pusing, dsb).
Kuis
Kuis adalah semacam tes kecil atau kalau pada masa sekolah dulu disebut sebagai ulangan. Bagi beberapa kelompok mahasiswa, barangkali kuis tidak memicu munculnya stres, karena bisa jadi inteligensinya yang di atas rata-rata, atau sangat di bawah rata-rata sehingga tidak tahu apa yang harus dilakukan. Tapi bagi kelompok mahasiswa lainnya, yang membuat stres menjelang kuis adalah bisa jadi karena materi yang harus dipelajari sangat banyak dengan waktu yang sangat terbatas, sehingga dikeluarkanlah jurus SKS (sistem kebut semalam), hampir sama dengan mengerjakan tugas menjelang deadline. Efek dari kurang tidur adalah mengantuk keesokan harinya, kepala pusing, dan tidak bisa mengingat dengan baik apa yang dipelajari semalam. Hal ini tentu akan memunculkan stres yang baru, karena tidak dapat mengerjakan kuis dengan baik.
Ujian
Ujian terbagi menjadi 2 (untuk yang menggunakan sistem semester), yaitu ujian tengah semester dan ujian akhir semester. Yang disebut terakhir ini biasanya menimbulkan stres lebih besar. Karena bobot nilai dari ujian akhir biasanya juga mendominasi. Stres yang dirasakan mahasiswa dari jauh-jauh hari sebelum ujian karena ia belajar dengan menyicil tentu akan lebih kecil daripada stres yang dialami mahasiswa yang belajar 1 hari sebelum ujian. Materi ujian yang sulit dimengerti dan tidak memiliki bayangan soal ujian juga merupakan stressor mahasiswa.
Tidak lulus matakuliah
Stressor kali ini bisa bermacam-macam penyebabnya. Bisa karena mahasiswa memang tidak mampu menguasai matakuliah tersebut, bisa karena ketidaksamaan pola pikir antara mahasiswa dengan dosen, bisa juga karena cekal (tidak masuk kuliah melebihi batas kesempatan absen). Apapun penyebabnya, tidak lulus matakuliah membuat mahasiswa menjadi stres karena mereka harus mengulang lagi matakuliah tersebut, meminta uang tambahan pada orang tua atau wali, dan mengulang matakuliah tersebut bersama dengan adik angkatan
Sidang
Sidang adalah penentu kelulusan seorang mahasiswa. Ini adalah rintangan terakhir mahasiswa setelah menyelesaikan skripsi. Tentu saja tekanan yang ditimbulkan menjelang sidang lebih besar dibanding saat menghadapi ujian-ujian biasa, karena jika seorang mahasiswa tidak lolos dari sidang, berarti ia harus mengulang sidang itu lagi.
Sedangkan beberapa sumber stres non akademik mahasiswa adalah :
1. Waktu perjalanan
Tidak sedikit mahasiswa yang tempat tinggalnya sangat berjauhan dengan tempat kuliahnya, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk perjalanan juga tidak singkat. Belum lagi kalau ditunjang jalanan macet, bangun kesiangan, dsb, maka lengkaplah stres seorang mahasiswa hanya karena transportasi. Saat tiba di kampus, sang mahasiswa sudah kelelahan menempuh perjalanan yang begitu panjang sehingga tidak bisa mengikuti kuliah dengan baik karena mengantuk.

2. Partisipasi dalam organisasi/kepanitiaan
Banyak mahasiswa yang aktif dalam organisasi atau kepanitiaan di tempat kuliahnya dengan berbagai motivasi. Tapi tanpa disadarinya sebenarnya keaktifan tersebut bisa menjadi pemicu munculnya stres apabila karena keaktifan tersebut mahasiswa jadi tidak bisa mengikuti perkuliahan di kelas dengan maksimal. Rapat, pertemuan, atau acara yang diselenggarakan kepanitiaan maupun organisasi tidak jarang mengharuskan mahasiswa mengorbankan tatap muka di kelas dengan dosen. Apalagi jika seorang mahasiswa yang menjabat sebai ketua suatu organisasi atau kepanitiaan, tentu stres yang dialaminya akan lebih berat, karena ia memikul tanggung jawab terbesar.

3. Lingkungan pergaulan
Sebuah pertemanan tidak lepas dari perselisihan atau pertengkaran. Dan saya yakin, siapapun yang sedang bertengkar dengan temannya pasti akan merasakan suasana hatinya tidak baik. Bukan tidak mungkin hal ini menjadi stressor seorang mahasiswa, dan bukan tidak mungkin pula hal ini berimbas pada prestasi akademik mahasiswa yang bersangkutan, sehingga malah akan menimbulkan stres yang baru.


Bagaimana cara menghadapi stres yang dialami mahasiswa?

Melihat dari berbagai reaksi stres di atas, ada sebagian yang sangat berbahaya apabila dibiarkan. Oleh karena itu sangatlah penting untuk mengetahui dan menerapkan strategi menghadapi stres. Janganlah selalu melarikan diri dari sumber stres, karena tindakan seperti itu tidak akan menurunkan stres, malah akan memperbesar tekanan dan membuat tekanan yang baru lagi. Hadapilah secara efektif dan optimalkan stres. Hal ini dikenal dengan sebutan stress management, yaitu kemampuan penggunaan sumber daya (manusia) secara efektif untuk mengatasi gangguan atau kekacauan mental dan emosional yang muncul karena tanggapan terhadap stres. Tujuan dari manajemen stres itu sendiri adalah untuk memperbaiki kualitas hidup individu agar menjadi lebih baik. Manajemen stres di sini tidak hanya bisa diterapkan pada mahasiswa saja tapi juga bisa untuk semua orang. Goliszek (2005) menyatakan bahwa usaha untuk memecahkan stres sehingga kualitas hidup menjadi lebih baik dengan cara :
1. Mempelajari apa itu stres.
2. Mengenali gejala stres yang terjadi dalam diri.
3. Mengubah pola perilaku.
4. Memanfaatkan teknik manajemen stres sederhana dengan menerapkan perubahan dalam kehidupan sehari-hari.
Kita sudah mengetahui apa itu stres, kita juga sudah mengetahui gejala stres, sekarang kita harus mengubah pola perilaku. Bagaimana caranya mengubah perilaku? Kita bisa mulai dari penyebab stres. Jika yang menyebabkan stres adalah karena selalu mengerjakan tugas atau belajar untuk ujian sehari sebelumnya, sekarang mulai dibiasakan menyicil dari jauh-jauh hari. Lebih baik mengerjakan atau belajar sedikit-sedikit setiap hari daripada sekaligus dalam 1 hari. Jika mendapat kesulitan pada matakuliah-matakuliah tertentu jangan sungkan untuk bertanya dan minta diajarkan kepada teman yang lebih menguasai. Jika bermasalah pada perjalanan pulang-pergi ke tempat kuliah, bisa mencari alternatif lain seperti tinggal di tempat kos yang dekat dengan kampus, sehingga tidak banyak waktu dan tenaga terbuang untuk perjalanan pulang-pergi. Untuk masalah kepanitiaan atau organisasi, hendaknya mahasiswa pintar-pintar mengatur waktu. Jika dirasa tidak memungkinkan bergabung dalam suatu organisasi atau kepanitiaan, jangan memaksakan diri, masih ada kesempatan lain di saat beban matakuliah yang diambil sedang tidak padat misalnya. Mengenai pergaulan, jangan sampai dampak negatifnya berimbas pada kuliah. Karena itu harus dibiasakan untuk saling terbuka dan saling menghargai dalam pergaulan.

Dalam gejala-gejala stres juga ada yang harus diubah, terutama gejala yang negatif, seperti meningkatnya penggunaan rokok, alkohol, dan obat-obatan. Jangan pernah melarikan diri dari stres ke hal-hal seperti itu, karena justru bisa menimbulkan stres yang baru di kemudian hari. Lebih baik berolahraga dan melakukan kegiatan-kegiatan positif lainnya yang menyenangkan hati, karena di saat hati senang kita bisa berpikir dengan lebih jernih dan terbuka. Bunuh diri memang menghentikan segalanya, termasuk kehidupan kita. Tapi apakah tidak ada jalan lain lagi sehingga harus melakukan perbuatan seperti itu? Saya secara pribadi menganjurkan agar kita semua memiliki seseorang yang bisa dipercaya untuk mendengarkan isi hati kita. Jangan malu untuk bercerita, karena efek dari bercerita itu besar sekali untuk meringankan stres.

Langkah terakhir adalah menerapkan perubahan perilaku tersebut dalam kehidupan sehari-hari Anda secara konsisten, sehingga Anda tidak perlu kembali lagi ke perilaku terdahulu yang negatif.

Menjadi mahasiswa yang sukses dan bahagia

Terjawablah sudah judul tulisan yang pertama kali Anda lihat saat memulai membaca tulisan ini. Bagaimana menjadi mahasiswa yang sukses dan bahagia? Tentu tidak tanpa stres. Stres itu positif saat stres itu bisa mendorong kita untuk beradaptasi dan meningkatkan kemampuan kita dalam menghadapi stres, tapi stres juga bisa menjadi negatif jika mengganggu sistem tubuh kita, menimbulkan maslah kesehatan atau perilaku, dan justru menurunkan kemampuan kita menghadapi stres. Hilangkan stres negatif dan tingkatkan stres positif di mana stressor menurun dan kemampuan kita untuk menghadapi stres meningkat. Inilah yang dinamakan mengoptimalkan stres. Jangan ragu untuk mengubah perilaku yang masih negatif dan melakukan refleksi diri, karena di situlah kunci terakhir untuk menjadi mahasiswa yang sukses dan bahagia. Selamat mencoba.

0 komentar:

Posting Komentar