Senin, 16 Mei 2011

Menjauhi hari-hari raya musuh-musuh Allah

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata: “Barang siapa menetap di negeri kaum musyrik dan ia mengikuti hari raya dan hari besar mereka, serta meniru perilaku mereka sampai mati, maka kelak ia akan dikumpulkan bersama mereka di hari kiamat.” (HR.Baihaqi dengan sanad shahih)
Baihaqi berkata: “Hadits ini merupakan larangan mengkhususkan hari-hari tertentu, di luar ketentuan syari‘at Islam.” ‘Umar bin Khaththab melarang umat Islam menggunakan bahasa mereka dan ikut masuk gereja pada hari raya mereka. Tentu saja dia juga melarang mengikuti sebagian acara keagamaan mereka, karena mengikuti sebagian acara keagamaan mereka lebih besar dosanya daripada sekadar menggunakan bahasa mereka. Dan mengikuti kegiatan perayaan hari-hari besar mereka lebih besar dosanya daripada sekadar masuk ke gereja pada hari raya mereka? Apabila Allah murka kepada mereka lantaran mereka melakukan perayaan pada hari-hari raya mereka, maka orang yang mengikuti perayaan tersebut berarti menantikan datangnya murka Allah.
‘Abdullah bin ‘Amr telah menjelaskan bahwa kalimat “Barang siapa menetap di negeri kaum musyrik dan ia mengikuti hari raya dan hari besar mereka, serta meniru perilaku mereka sampai mati, maka kelak ia akan dikumpulkan bersama mereka” menunjukkan bahwa orang tersebut menjadi kafir karena keikut sertaannya dalam semua kegiatan mereka atau paling tidak ia telah melakukan dosa-dosa besar yang menyebabkan dirinya mendapat siksa neraka. Jika mengikuti semua kegiatan mereka menyebabkan seseorang menjadi kafir, maka mengikuti sebagian kegiatan mereka adalah perbuatan durhaka kepada Allah. Jika yang bersangkutan bukan orang yang patut mendapatkan siksa, maka sudah tentu ia tidak akan mendapatkan hukuman atas perbuatannya ini. Sebab melakukan perbuatan yang bersifat mubah tidak terkena hukuman. Bila melakukan sebagian dari suatu perbuatan adalah tidak tercela, maka melakukan sebagian yang lainnya juga tidak dicela. Sebaliknya, bila melakukan sebagian dari suatu perbuatan adalah tercela, maka melaksanakan sebagian lainnya juga tercela.
Dalam kitab Jami’ pada bab ‘Larangan bagi kaum muslim ikut keluar pada hari-hari raya kaum musyrik’ Al-Khalal menyatakan: “Saya pernah bertanya kepada Ahmad bin Hambal tentang menghadiri hari-hari raya yang ada pada masyarakat kami di Syam, seperti hari Thur, Zabur, Dirayub, dan lain sebagainya. Kaum muslim menghadiri pekan raya tersebut, mereka menjual kambing, sapi, gandum, beras dan lain sebagainya. Mereka masuk ke pasar tersebut sekadar untuk membeli dan tidak masuk ke tempat-tempat pemujaan mereka.” Imam Ahmad menjawab: “Jika mereka sekadar datang ke pasar dan mereka tidak masuk ke tempat-tempat pemujaan mereka, maka hal itu boleh.” Imam Ahmad hanya memberikan keringanan untuk sekadar datang ke pekan rayanya dengan syarat tidak boleh masuk ke tempat-tempat pemujaan mereka.

0 komentar:

Posting Komentar